(Kampus, Syari’ahwalisongo.ac.id) – Faktultas Syari’ah IAIN Walisongo Semrang bekerjasama dengan Forum Zakat (FOZ) Jawa Tengah mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Bedah Undang-Undang Zakat No.23 Tahu 2011 Tentang Pengelolaan”. Seminar dengan sekala nasional ini tepatnya berlangsung di Aula 1 Lantai Kampus 1 IAIN Walisongo Semarang.
Dalam sambutan pembukaan seminar, Dekan Fakultas Syariah IAIN Walsiongo Semarang Dr. H. Imam Yahya, M.Ag. mengharapkan kepada seluruh peserta untuk bersikap positif terhadap UU Pengelolaan Zakat yang baru ditetapkan DPR RI 27 Oktober tahun silam. UU ini merupakan hasil maksimal dari keputusan politik di negara tercinta. Pro kontran terhadap UU ini sebagai wujud perhatian masyarakat terhadap nasib zakat sebagai potensi pemberdayaan masyarakat.
Acara tersebut dihadiri oleh pengeloa Lembaga Amil Zakat (LAZ), Masjid dan Majelis Taklim se-Jawa Tengah. Ruangan yang cukup luas itu nampak terpenuhi. Meskipun dipagi itu sempat diguyur hujan. Tapi hal itu tak menyurutkan semangat antusias peserta dalam mengikuti seminar. Hadir sebagai narasumber dalam seminar tersebut Direktur Pengembangan Zakat Kementrian Agama RI bapak Ishbir. Hadir juga praktisi dan juga sebagai ketua FOZ pusat dari Jakarta, Ahmad Juwaini.
Untuk mengeimbangi jalannya diskusi hadir juga praktisi hukum dan dewan pembina PAHAM pusat. Heru Susetyo, SH.LL.M, M.SI. Dari sisi hukum Islam dalam seminar terebut langsung dinarasumberi oleh guru besar IAIN Walisongo, Prof.Dr. Ahmad Rofiq, MA. Berlangsungnya diskusi ini dipandu oleh Arif Nurhadi dari CEO LAZiS Jawa Tengah.Sejak mulai jam 08.00 wib para peserta sudah nampak berdatangan. Kemudian acara dimulai sekitar jam 09.00 wib. Serangkaian acara pmbukaan tersebut penandatanganan MoU (Meorandum of Understanding) antara IAIN Walisongo dengan FOZ Jateng seusai Dekan Fakultas Syari’ah, Dr. H. Imam Yahya, M.Ag memberikan sambutan. Masih serangkaian pembukaan Rektor IAIN Walisongo, Prof. Dr. H. Muhibbin Noor, M.Ag memberikan Keynote Speaker.
Pokok yang menjadi topik pembahasan diskusi adalah bahwa dalam pasal 18 memuat ketentuan persyaratan bagi pengelola zakat. Dimana pada pasal ini menerangkan bahwa lebaga pengelola zakat, infaq, shodaqoh hanya berupa BAZNAS dan LAZ. “Dalam pasal 18 ayat 2 poin a jelas diterangkan bahwa LAZ yang dimaksud adalah telah terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial,” ujar ketua FOZ pusat, Ahmad Juwaini disela pembicaraannya.
Jelas ini kemudian menjadi persoalan bagi lembaga pengelola zakat yang belum memiliki badan hukum. karena ini kemudian bagi pengelola zakat yang belum berupa ormas akan terancam bubar. Karena tidak sesuai dengan UU. UU akan mencoba mengatur lebih bailk lagi tentang pengelolaan zakat. Karena dengan adanya UU ini pemerintah akan lebih mudah mengawasi lembaga pengelolaan zakat di masyarakat.
“Kemarin ada juga lembaga pengelolaan zakat yang dikelola oleh orang non-Muslim. Karena itu dalam pasal ini diatur juga dalam pasal 18 ayat 2 point a bahwa lembaga itu harus berupa ormas Islam,” lanjut Ahmad Juwani. Selesai diskusi kemudian moderator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk bertanya. Karena dalam kesempatan diskusi ada juga point-point yang belum dibicarakan dari UU No. 23 tahun 2011 tersebut.
“Jika yang diperbolehkan mengelola zakat itu hanya Ormas Islam yang terdaftar dan memiliki badan hukum, lalu bagaimana dengan lembaga yang selama ini mengelola zakat tapi belum memiliki izin?” tanya Abdul Wahid salah satu peserta seminar kepada semua narasumber. Ini kiranya yang menjadi pokok permasalahan yang akan terjadi di masyarakat.
Prof. Dr. Ahmad Rofiq, kemudian memberikan tanggapan, “Sudara semua jangan khawatir, jika nanti UU wajib diberlakukan maka sebagai lembaga pengelola zakat harus izin, karena jika syarat-syarat dalam UU itu terpenuhi pasti akan diterima. Hanya saja memang harus mengurus kembali perijinannya,” ujar guru besar hukum Islam IAIN Walisongo dalam pembicaraan akhirnya.
Dalam sambutan pembukaan seminar, Dekan Fakultas Syariah IAIN Walsiongo Semarang Dr. H. Imam Yahya, M.Ag. mengharapkan kepada seluruh peserta untuk bersikap positif terhadap UU Pengelolaan Zakat yang baru ditetapkan DPR RI 27 Oktober tahun silam. UU ini merupakan hasil maksimal dari keputusan politik di negara tercinta. Pro kontran terhadap UU ini sebagai wujud perhatian masyarakat terhadap nasib zakat sebagai potensi pemberdayaan masyarakat.
Acara tersebut dihadiri oleh pengeloa Lembaga Amil Zakat (LAZ), Masjid dan Majelis Taklim se-Jawa Tengah. Ruangan yang cukup luas itu nampak terpenuhi. Meskipun dipagi itu sempat diguyur hujan. Tapi hal itu tak menyurutkan semangat antusias peserta dalam mengikuti seminar. Hadir sebagai narasumber dalam seminar tersebut Direktur Pengembangan Zakat Kementrian Agama RI bapak Ishbir. Hadir juga praktisi dan juga sebagai ketua FOZ pusat dari Jakarta, Ahmad Juwaini.
Untuk mengeimbangi jalannya diskusi hadir juga praktisi hukum dan dewan pembina PAHAM pusat. Heru Susetyo, SH.LL.M, M.SI. Dari sisi hukum Islam dalam seminar terebut langsung dinarasumberi oleh guru besar IAIN Walisongo, Prof.Dr. Ahmad Rofiq, MA. Berlangsungnya diskusi ini dipandu oleh Arif Nurhadi dari CEO LAZiS Jawa Tengah.Sejak mulai jam 08.00 wib para peserta sudah nampak berdatangan. Kemudian acara dimulai sekitar jam 09.00 wib. Serangkaian acara pmbukaan tersebut penandatanganan MoU (Meorandum of Understanding) antara IAIN Walisongo dengan FOZ Jateng seusai Dekan Fakultas Syari’ah, Dr. H. Imam Yahya, M.Ag memberikan sambutan. Masih serangkaian pembukaan Rektor IAIN Walisongo, Prof. Dr. H. Muhibbin Noor, M.Ag memberikan Keynote Speaker.
Pokok yang menjadi topik pembahasan diskusi adalah bahwa dalam pasal 18 memuat ketentuan persyaratan bagi pengelola zakat. Dimana pada pasal ini menerangkan bahwa lebaga pengelola zakat, infaq, shodaqoh hanya berupa BAZNAS dan LAZ. “Dalam pasal 18 ayat 2 poin a jelas diterangkan bahwa LAZ yang dimaksud adalah telah terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial,” ujar ketua FOZ pusat, Ahmad Juwaini disela pembicaraannya.
Jelas ini kemudian menjadi persoalan bagi lembaga pengelola zakat yang belum memiliki badan hukum. karena ini kemudian bagi pengelola zakat yang belum berupa ormas akan terancam bubar. Karena tidak sesuai dengan UU. UU akan mencoba mengatur lebih bailk lagi tentang pengelolaan zakat. Karena dengan adanya UU ini pemerintah akan lebih mudah mengawasi lembaga pengelolaan zakat di masyarakat.
“Kemarin ada juga lembaga pengelolaan zakat yang dikelola oleh orang non-Muslim. Karena itu dalam pasal ini diatur juga dalam pasal 18 ayat 2 point a bahwa lembaga itu harus berupa ormas Islam,” lanjut Ahmad Juwani. Selesai diskusi kemudian moderator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk bertanya. Karena dalam kesempatan diskusi ada juga point-point yang belum dibicarakan dari UU No. 23 tahun 2011 tersebut.
“Jika yang diperbolehkan mengelola zakat itu hanya Ormas Islam yang terdaftar dan memiliki badan hukum, lalu bagaimana dengan lembaga yang selama ini mengelola zakat tapi belum memiliki izin?” tanya Abdul Wahid salah satu peserta seminar kepada semua narasumber. Ini kiranya yang menjadi pokok permasalahan yang akan terjadi di masyarakat.
Prof. Dr. Ahmad Rofiq, kemudian memberikan tanggapan, “Sudara semua jangan khawatir, jika nanti UU wajib diberlakukan maka sebagai lembaga pengelola zakat harus izin, karena jika syarat-syarat dalam UU itu terpenuhi pasti akan diterima. Hanya saja memang harus mengurus kembali perijinannya,” ujar guru besar hukum Islam IAIN Walisongo dalam pembicaraan akhirnya.