(Bandungan, Syari’ahwalisongo.ac.id) – Faktultas Syari’ah berupaya meningkatkan kapasitas mahasiswanya dalam teknik mediasi. Wujud upaya peningkatan ini dilakukan dengan menggelar workshop mediasi bagi mahasiswa Fakultas Syari’ah yang diadakan di hotel Kusuma Madya, tapatnya jalan raya Bandungan-Sumowono 5065, Ambarawa, Semarang. Workshop ini dilaksanakan dalam kurun waktu dua hari yaitu Kamis hingga Jum’at, (15-16/12/11).
Acar penguatan kapasitas mahasiswa dalam memediasi sebuah konflik ini dibuka jam 3 sore oleh dekan Fakultas Syari’ah, Dr. H. Imam Yahya, M.Ag. Dalam pembukaan ini Dr. H. Imam Yahya, M.Ag ini sekaligus sebagai keynote speaker. Dalam penyampaiannya Dr. Ilmu politik ini menyampaikan betapa pentingnya sebagai mahasiswa Fakultas Syari’ah menguasai teknik mediasi. Mengingat konflik yang ada di masyarakat merupakan sebuah keniscayaan.
Seperti kita ketahui bahwa sejak manusia lahir, dalam sejarahnya, sejak Nabi Adam dan kedua anaknya sudah ada yang namanya konflik. “Khobil dan Khabil kedua anak Adam itu itu sudah berseteru, yang itu kalau dijaman sekarang bisa dikategorikan sebagai konflik” tutur dekan Fakultas Syari’ah itu. Konflik ini yang terjadi bukan hanya dalam permasalahan sosial, tapi permasalahan agama dan politik. Sehingga sebagai mahasiswa Fakultas Syari’ah kiranya workshop ini sangat penting bagi para peserta workshop sekalian.
Dalam hal mengupayakan agar mahasiswa lebih bisa mendalami ilmu tentang mediasi, pihak fakultas sedang mengupayakan adanya jurusan baru, yaitu jurusan Mediasi Peradilan. “Pihak fakultas mengusulkan ini karena sedikitnya mahasiswa yang berminat dalam mendalami ilmu tentang peace building. Semoga jurusan atau program mediasi peradilan ini bisa terealisasi tahun depan” lanjut Dekan yang baru pulang dari haji tahun ini tersebut.
Tentang mediasi sekarang akan sangat dibutuhkan dalam perkembangan jaman yang sangat kompleks ini. Sekarang mahasiswa dituntut untuk lebih lihai dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan dan juga kehidupan kampus. Hal yang demikian kenapa Fakultas Syari’ah mencanangkan workshop mediasi karena untuk sekarang pihak fakultas belum bisa memberikan materi peace building secara maksimal.
“Materi-materi yang akan didapat nanti kiranya ini tidak didapat semasa kuliah. Karena itu saya berpesan kepada para peserta workshop, mohon untuk diperhatikan betul”. Lanjut Dr. H. Imam Yahya, M.Ag dalam kesempatan pembicaraan terakhirnya.
Materi Peace Buiding
Seusai pak Dekan membuka acara kemudian dilanjutkan sesi materi yang pertama mengenai peace building. Materi workshop yang pertama ini diisi oleh Pembantu Dekan (PD) 3 Fakultas Syari’ah, bapak Arif Budiman, M.Ag. Dalam mengawali pembicaraannya, Ia menerangkan terlebih dahulu tentang keniscayaan sebuah konflik dalam kehidupan sosial. “Konflik itu ada beriringan dengan adanya kehidupan itu sendiri” ujar Arif Budiman dalam mengawali penyampaianya.
Akar-akar konflik yang terjadi dalam kehidupan dimasyarakat tentu ada pemicunya. Paling tidak bisa disederhanakan dimana konflik timbul dari ketidak seimbangan politik, sosial dan ekonomi. Selain masalah pokok tersebut identitas kadang juga menjadi pemicu konflik dalam berinteraksi dalam masyarakat. Dimana kadang ada sebagian orang yang masih mengedepankan rasa primordialismenya. Dalam hal ekonomi biasanya konflik tercipat karena ketimpangan ekonomi yang menonjol. Misalkan ada yang miskin dan ada yang kaya raya.
Dalam hal ekonomi dan etnis Arif Budiman, M.Ag mencontohkan kasus-kasus yang menimpa etnis Cina yang mengalami tindak kekerasan oleh segolongan orang. Karena dianggap penjajah ekonomi dan menguasai sistem ekonomi. “Orang Cina semasa itu dianggap oleh sekelompok bahwa orang Cina menguasi perekonomian sehingga menimbulakn ketidak seimbangan ekonomi dimasyarakat,” lanjut Arif Budiman, M.Ag.
Tidak hanya itu, Arif Budiman, M.Ag juga mencontohkan konflik yang ada di Sampit. Dimana disana merupakan konflik yang pemicunya merupakan ras atau golongan anatar Suku Dayak dan Madura Dalam akhir pembicaraanya pemateri pertama ini menyampaikan bahwa kalau kita sudah menguasai akar rumput masalah nantinya bukan hanya bisa menyelesaikan masalah. Melainkan kita juga harus bisa mengantisipasi gejala-gejala permasalahan dimasyarakat. “Ketika kita sudah menguasai akar konflik nantinya bukan hanya menyelesaikan konflik. Tapi bagaimana kita mempertahankan perdamaian dan keteraturan yang demokratis” lanjut pembantu dekan tiga sambil mengahiri pembicaraannya.
Mediasi dan Proses Negosiasi
Setelah workshop itu Isoma sekitar 1 jam, selanjutnya materi dilanjutkan dengan tahapan yang lebih inti. Dimana materi yang kedua ini memasuki ke tahapan negosiasi dan mediasi. Materi ini dipandu oleh dua pasilitator. Yakni A. Saipullah, M.Ag dan Tolkhah, M.H yang keduanya merupakan anggota Walisongo Mediasion Center (WMC). Dalam mengawali pelatihan materi ini terlebih dahulu antara pemateri dan peserta melakukan kontrak belajar. Karena agar proses belajar lancar dan tidak terlalu molor dalam masalah waktu. “Kita terlebih dahulu harus mengadakan kontrak dalam pelatihan ini” tutur A. Saipullah M.Ag.
Dengan dipasilitatori oleh dua orang metode penyampaian ini sedikit berbeda dari yang sebelumnya. Sesi kedua ini para peserta banyak diajak untuk praktek untuk melakukan mediasi. Tahapan pertama para peserta diinstruksikan agar saling mengenal seara dekat. Setelah peserta berkenalan, langkah selanjutnya kemudian peserta diinstruksikan agar memilih satu pasangan calon dan kemudian digali informasi konflik apa saja yang pernah ada dalam dirinya. “Silahkan kepada semua peserta agar memilih pasangannya lalu gali informasi konflik apa yang terjadi dari patner apa?” ujar Tholkhah, MH
Lalu, setelah peserta melakukan percakapan sekitar selama 10 menit lalu perwakilan dari peserta 3 pasang peserta menyampaikan hasil penggalian informasi ini terhadap forum. Dalam kesimpulannya bahwa memang semua orang pasti mengalami apa yang disebut apa itu konflik. Karena konflik itu ada secara alamiah timbul. “Konflik itu secara naluriah pasti ada dalam kehidupan setiap individu”, uangkap A. Sapullah, M.Ag. Tapi memang terkadang memang ada yang disengaja dan juga ada yang tidak disengaja.
Masuk kedalam inti materi yaitu negosiasi dan mediasi. Dalam hal negoisasi para peserta disuruh agar menuliskan apa yang diketahui dari negoisasi dalam sebuah persoalan. Kemudian hampir dari seluruh peserta menyepakati kalau yang dinamakan dengan negoisasi itu adalah proses tawar menawar atau rundingan untuk mencapai mufakat. “Kita hampir semua ya menyepakati kalau negosiasi itu proses musyawarah untuk mencapai mufakat” ungkap A. Saipullah, M.Ag yang merupakan pembantu dekan 2 Fakultas Syari’ah tersebut.
Kemudian masukalah dalam teknis dalam menyelesaikan melalui negosiasi tersebut. Terlebih dahulu dalam tahapan negosiasi adalah bagaimana kita dalam mengawali Negosiasi. Tahapan pertama adalah pra-negosiasi yang terdiri dari inisiasion, assesment, menyusun aturan dalam negosiasi, merencanakan agenda negosiasi dan mengumpulkan data.
Tahapan yang kedua yaitu masuk kedalam negosiasi setelah dilakukan introduksion. Negosiasi meliputi beberapa tahapan yaitu fokus pada interest, kreatif dalam mencari opsi evaluasi opsi. Mencatat hasil kesepakatan, Dan yang terakhir komitmen terhadap hasil kesepakatan. Setelah melakukan mediasi kemudian setelah melakukan negosiasi. Dan kemudian tahapan yang terakhir bisa dikatakan sukses dalam kesepakatan itu jika memuaskan kedua belah pihak. Dalam perumusan kesepakatan terakhir harus bersifat sangat jelas. Tanpa adanya multi tafsir. “Dalam tahapan terakhir mediasi jangan sampai menghasilkan yang multitafsir karena nantinya akan memicu konflik yang bekelanjutan” ujar A. Saipullah, M.Ag dalam pembicaraan penutupnya.